Suatu kali dalam perjalanan kereta dari Cirebon menuju Jogja, saya
berkesempatan punya teman duduk gadis difabel yang kurang lebih
seumuran. Awal mengajak bicara, dia sedikit terlihat aneh. Dia menoleh
tapi langsung buang muka lagi melihat jendela, begitu seterusnya hingga
kurang lebih 3 kali saya ajak dia ngobrol. Sampe akhirnya dia "ngeh"
kalo ocehan saya ditujukan buatnya, dia langsung minta maaf dan
menginfokan kalo dia tunarungu (merangkap tunawicara) via ketikan di
ponselnya.
Saya bersikap senormal mungkin, menganggap hal itu bukan masalah besar
dan langsung mengambil tablet untuk balas berkomunikasi. Bukan apa-apa,
saya khawatir dia merasa terganggu kalau saya meminta maaf, menunjukkan
keprihatinan saya lewat air muka yang berkesan menganggap hidupnya jauh
lebih menyedihkan dari hidup saya, dan imbasnya malah bukan tidak
mungkin akan membuat dia merasa dibuatkan garis tebal untuk menandakan
bahwa dia "berbeda".
0 Tanggapan:
Posting Komentar
Respon koment akan disesuaikan dengan isi koment. No SPAM, RASIS, HUJATAN, dsj. Merci.... :)