|
Candi Sambisari tampak depan |
Candi Sambisari menjadi satu dari sekian candi yang menghiasi ranah
istimewa tempat saya menciduk literan ilmu; Yogyakarta. Meski
bangunannya tidak dapat dikategorikan besar, karena hanya memiliki satu
bangunan candi utama yang kira-kira berukuran tidak lebih dari 10 x 10
meter, namun pesona candi yang terletak di dalam area perkampungan
daerah Kalasan-Sleman ini tidak kalah saing dengan panorama yang saya
dapat ketika mengunjungi candi-candi yang sudah memiliki nama seperti
Prambanan dan Borobudur.
Hanya saja yang patut disayangkan adalah keberadaan candi ini yang
seolah tersembunyi atau bahkan tertimbun tanah, sehingga sulit untuk
diketahui keberadaannya. Bahkan Dudull --teman saya--yang selama hampir dua tahun
terakhir ini bolak-balik area tersebut saat hendak berangkat dan pulang
kuliah (karena kebetulan rumah kakaknya juga berada di
daerah Kalasan) saja baru “ngeh” akan keberadaan candi yang entah sejak
kapan menjulang di dasar tanah itu baru-baru ini. Karena memang
candi Sambisari ini terletak di bawah tanah. Bangunannya seperti mirip
lapangan di dalam sebuah gelanggang stadion. Di mana candi tersebut
berada di bawah, dengan undakan-undakan tangga terbuat dari batu yang
mengelilinginya dapat digunakan sebagai titian untuk mencapai bangunan
yang “dikawal” oleh tiga bangunan candi kecil pada bagian depan kanan,
tengah, dan kirinya yang nampak cukup rusak parah akibat terjangan gempa
yang sempat melanda kawasan Yogyakarta.
|
Candi Sambisari tampak atas |
Dengan harga tiket masuk hanya sebesar
Rp1.000,- untuk anak-anak dan Rp2.000,- untuk orang dewasa, kita sudah
dapat menikmati fasilitas alam eksotik yang tersaji alami di kawasan
candi yang meski memiliki bangunan kecil, namun taman atau halaman yang
menyertainya bisa dikatakan sangat luas untuk ukuran candi “invisible“.
Pantas saja jika kawasan objek wisata yang tidak ramai pengunjung ini
juga dimanfaatkan untuk olahraga lari, di samping tetap menjadi studio
foto gratis bagi para pengunjung yang rata-rata atau bahkan mayoritas,
karena saat hari Senin sore kemarin saya bertandang ke sana para
pengunjungnya didominasi remaja, baik laki-laki maupun perempuan
|
Candi Sambisari tampak samping |
|
Undakan tangga batu menuju Candi Sambisari |
Setelah menuruni undakan tangga, saya harus
berjalan lagi guna mencapai pintu tanpa palang kedua yang juga terbuat
dari batu yang dihiasi rerimbunan rumput liar di kiri dan kanannya.
Setelah melewatinya, saya masih harus berjalan melintasi taman dan
ketiga candi kecil yang saya ibaratkan bertindak sebagai tameng atau
mungkin juga penerima tamu, untuk bisa sampai ke pintu ketiga yang
terletak pada candi utama.
|
Pintu ketiga pada candi utama |
Setelah berhasil melangkahkan kaki pada
pintu ketiga tersebut, sampailah saya pada pelataran candi yang tidak
begitu luas, namun cukup nyaman untuk dikelilingi atau dijadikan sebagai background foto.
|
Pelataran candi utama |
Dari sana, hanya berjarak kurang dari dua
meter dari pintu ketiga, terlihatlah pintu utama candi yang juga terbuat
dari batu. Cukup eksotik dengan ukiran-ukiran dan reliefnya yang juga
terdapat di sekeliling dinding candi utama di pelatarannya.
|
Pintu utama Candi Sambisari |
Sementara di dalam bangunan candi utamanya
sendiri, ketika telah melangkahkan kaki pada pintu utama, mata saya
langsung disuguhi pemandangan sebuah undakan batu berbentuk persegi dan
di tengahnya terdapat satu batu yang mencuat, yang entah isi dan
maksudnya apa. Karena saat masuk untuk dipaksa berpose pun, Dudull yang lelaki tulen saja agak takut karena tempatnya cukup gelap dan terkesan semakin mistis
menjelang senja hari. *Eh, tapi dia mah emang penakut, sih :P
|
Batu persegi di dalam candi utama |
Setelah merasa cukup untuk mengelilingi candi yang belum pamor ini,
karena hari kian senja akhirnya saya memutuskan untuk segera pulang.
Tapi sebelum itu, saya sempat mengabadikan pose Dudull bersama panorama senja di Candi
Sambisari, yang berhasil terbidik sempurna dari balik lensa kamera handphone Samsung Champ Pink milik saya. :)
|
Senja di Candi Sambisari |
Noted: Tulisan serupa ini pernah ditulis di akun kompasiana guna pemenuhan tugas makul Jurnalistik, tapi yang menulis adalah orang yang sama; SAYA SENDIRI! :)
0 Tanggapan:
Posting Komentar
Respon koment akan disesuaikan dengan isi koment. No SPAM, RASIS, HUJATAN, dsj. Merci.... :)