Beberapa orang, atau bahkan sebagian
besarnya, kerap mendulang ragu untuk kesuksesanku. Mana mungkin si “Putri
Tidur” pemalas ini bisa merangsek keluar dari zona nyamannya dalam balutan selimut
kumal, menuju bentangan aral melintang tingkah polah dunia luar dengan kondisi
aman. Namun aku—berkat dukungan penuh yang juga nyaris menjadi dukungan tunggal
dari ibuku—setidaknya cukup berhasil membuat engsel dagu mereka yang meragukan
untuk nyaris mencelos dari tempat asalnya—karena menganga kaget. Tidak
menyangka bahwa anak kecil yang kerap dipandang sebelah mata pun tidak ini,
nyatanya tidak terlalu buruk melakoni hidup di tanah rantau.
Aku menikmati setiap dentangan waktu
yang menjadi latar suara alur kehidupanku. Aku menikmati setiap tikamannya
sekalipun, meski terkadang aku serasa tercekik dibuatnya. Karena dari segala
kepahitan hidup, akan selalu ada bercawan manis yang bisa kureguk setelah ampas
terakhirnya berhasil kulumat nikmat.
Entah baik atau justru sebaliknya,
aku besyukur atas satu tindakan pembangkangan terbesarku pada ibu, seseorang yang
Surgaku berada dalam ridhonya. Ibuku yang baik hati, namun memiliki tingkat
kekhawatiran di atas rata-rata, yang menurutku bisa dikategorikan lebay. Ya, Ibu kerap menunjukan aksi
paranoid yang berlebihan—menurutku.
Untuk kali pertamanya, Ibu begitu
sulit untuk aku luluhkan. Berharap restu dalam meniti pendidikan di ranah
rantau, nyaris menjadi sesuatu yang mustahil bagiku. Bila ditentang oleh
seluruh keluarga besar—termasuk Ayah—itu bukan masalah besar. Tapi jika
gelengan kepala Ibu dan sorot mata ragu yang terpancar dari beliak kedua bola
matanya yang kian mengabu, justru itulah bencanaku.
Meski akhirnya, setelah menyimak
sederet janjiku yang sebenarnya tidak benar-benar aku seriusi dalam
pengucapannya, Ibu pun melunak. Mencoba berlapang untuk melepaskanku kembali
bergelut seorang diri di Yogyakarta, kota istimewa yang menjadi target study dan impian pencapaian masa
depanku. Dengan berat, Ibu melepas genggamannya dari tanganku, untuk
membiarkanku melarung hidup semakin jauh dari dekapnya, semakin menjauh...
bersama angan dan mimpi-mimpi yang kuutarakan padanya, meski aku yakin
terpandang mustahil jika selain ibuku yang mendengar.
Bukan meragukan kemampuan dari
kotaku sendiri, namun entah bagaimana jadinya, jika aku dulu mengalah pada
keraguan Ibu untuk melanjutkan pendidikanku di salah satu perguruan tinggi
swasta di kota kecilku; Majalengka. Satu sudut kecil tak terjamah di bilangan
provinsi Jawa Barat. Mimpi-mimpiku hanya akan sekadar mengendap dalam bunga
tidur, jika aku tak bergeming dari kota yang bahkan toko buku lengkap dan
perpustakaan kota saja tidak punya. Terlebih dengan memperhitungkan masalah
biaya. Tentu tittle swasta membutuhkan
kucuran dana setiap bulannya, dan sudah bisa dipastikan akan berkali lipat jauh
lebih besar dari PTN. Meski menyanggupi, aku yakin ke depannya orangtuaku akan
kewalahan. Terlebih, aku pun enggan hanya mengeram bagai katak dalam tempurung.
Alhamdulillah...
ceracau mimpi yang kujanjikan pada Ibu, akhirnya berhasil kuwujudkan sedikit
demi sedikit. Semenjak meniti pada tingkat semester 2 perkuliahan, aku mulai
melihat peluang-peluangku untuk sukses. Tanpa gengsi, aku melakoni berbagai
pekerjaan, mulai dari berjualan buku, baju, hingga aku yang hobi menulis ini,
melihat peluang bisnis dengan membuka usaha penerbitan buku indie, yang
kemudian kuberi nama dari singkatan nama kedua orangtuaku; Harfeey. Bersama
Penerbit Harfeey, aku belajar untuk “hidup”.
Haaaa, selalu WAH Baca kisah perjuanganmu deeeeek... Sukses dan berkah yaaaaaaa..... :*
BalasHapusMakasih, Mbaaak. :D komentator teraktif, nih. Hehehe :D
BalasHapusKalo aja sodara2ku punya kebiasaan nulis, sebenernya kisah2 mereka jauh lebih bikin yang baca ngerasa malu buat ngeluh. Xixixi
Selamat atas mimpi yang telah terwujud, teruskan perjuangan dan wujudkan mimpi-mimpi baru setiap hari berganti. :)
BalasHapusKisah teteh selalu jadi cerminan yang berarti untuk hidup saya.
Cayoo teh bolin ;)
Iii... makasih, ya, Shizunda. ^-^
BalasHapusAamiin, semoga sukses juga buatmu, ya....
hehehe, iya nih, habisnya kisah2nya bikin gregetan pengen ninggalin jejak terus di sini Deeeekk.. ^_^ Pasti ke sini terus buat nyari bacaan baru tulisan Lily, soalnya inspiratif... ^^, Rajin mampir juga yaaa ke riahidayah.blogspot.com
BalasHapusWaaaahhh, coba kalo Lily aja yang nulis kisahnyaa... hihi
Iya, Mbak. Pengen BW ke blog2 itu susah kalo gak ngintip share-an di FB. Soalnya di blog-ku gak ada tampilan dasboard, desain, dsj-nya nih semenjak ganti template. Tau napa nih. -_-v
BalasHapusWkwkw, ditampung deh idenya. :D Tulisan ini juga aslinya tulisan lama yang cuma disimpen di file.