Followers… pengertian sederhananya yang bisa saya tangkap
adalah pengikut atau orang yang meniru/mengikuti orang lain dalam suatu
tindaknya. Pada intinya, pelaku followers adalah sekelompok
orang yang dengan rela membiarkan ada telunjuk yang memerintah hidupnya.
Entah itu dalam pekerjaan, atau yang kecil-kecilan dalam pergaulannya
sehari-hari.
Followers cenderung tidak memiliki sikap. Tak berkarakter. Dan
terkesan menjalani hidup seperti air mengalir. Rela terombang-ambingkan
tanpa ada pemberontakkan sedikitpun saat badai atau hantaman ombak
menerjang. Dia bukan bertindak sebagai si pengambil keputusan penting,
hanya puas dengan menjadi orang yang mengangguk-angguk mengikuti
perubahan yang dilakukan orang lain.
Followers sudah cukup bangga dengan memposisikan dirinya
sebagai pengikut si A atau si B yang didaulatnya sebagai panutan. Entah
itu dalam segi sikap, cara berpakaian, atau bahkan gantungan masa
depannya berupa pekerjaan.
Followers terlalu malas untuk melakukan inovasi, sekedar untuk
merubah posisi agar ia pensiun dini sebagai orang yang diperintah, atau
bahasa sadisnya “diperbudak” oleh zaman yang melenakan.
Followers kerap kehilangan jati diri. Ia rela melepas sekian
persen dari identitasnya, demi menuruti nafsu perkembangan zaman yang
dicucukkan pada hidung oleh kaum-kaum komunis dan kapitalis. Bergaya
hedonis demi terbilang anak muda abad 21, meski jalan yang ditempuh
harus dengan cara melecutkan pecut pada punggung-punggung renta
orangtuanya yang kerap terpapar terik matahari, hanya untuk memenuhi
kebutuhan si followers yang tak tau diri.
Followers juga sering melakukan tindakan yang terkesan “memaksa”. Meski hal itu tidak cocok baginya, who’s care? Yang penting dia bisa melakoni hidup dengan label “up to date!” yang tercetak pongah di keningnya.
Ketika zaman diributkan dengan penampakan sosok artis-artis karbitan youtube, satu detik berikutnya followers
langsung menguliti segala sesuatu tentang si artis karbit tersebut.
Segala tentangnya harus hapal mati di luar kepala, jika tidak, reputasi
sebagai anak gahol-nya akan tercoreng moreng. MP3 dari si karbit itupun harus turut menyesaki playlist di ponselnya, peduli setan dengan kualitas musik yang disuguhkan.
Ketika zaman kembali beringsut dan menampilkan sosok lain untuk dijadikan “panutan”, followers
langsung berbondong-bondong melakukan “penghambaan” pada sosok baru
tersebut. Tak membicarakannya pada obrolan di warung makan, tak
mengaplikasikan gayanya pada tampilan badan, seolah berhukum haram bagi
para kaum yang terjajah mentalnya itu.
Disadari atau sengaja dilakukan penolakan keras-kerasan dalam nurani,
bahwa mayoritas kaum muda, terutama di Indonesia, sudah dengan suka rela
menambahkan sendiri namanya pada daftar orang yang mau diperbudak oleh
zaman. Hidup dalam keterombang-ambingan yang tak tentu arah tujuan.
Sudah merasa puas hanya dengan menjadi duplikat dari orang yang
dipanutnya, tanpa ada keinginan untuk menaikkan derajatnya ke tahap yang
lebih layak dan terhormat lagi.
Sikap followers atau mudah ikut-ikutan dan terbawa arus adalah
refleksi dari diri yang belum menentukkan sikap untuk dewasa. Masih
nyaman berlindung di bawah ketiak orang lain. Enggan menggeliat dan
melakukan perubahan, untuk sekedar melakukan perkenalan pada dunia
sekitar tentang jati dirinya. Bukan malah semakin memperkenalkan
tampilan orang yang sudah terkenal.
Seseorang yang sudah dewasa, akan berpikir bagaimana caranya ia tidak
terjerat arus yang bisa memaksanya tergabung dalam lingkaran setan followers
yang menyesatkan. Melakukan inovasi diri dengan cara mengenali potensi
yang dimiliki, agar keberadaannya di dunia benar-benar diakui dan
dikenali karena memang berkat dirinya, bukan karena dia telah menuruti
tingkah polah dari telunjuk orang lain yang mendikte hidupnya.
Kaum muda yang telah mengambil keputusan besar untuk dewasa, akan lebih
bisa untuk menghargai dirinya sendri. Menyadari bahwa ia memiliki
potensi lebih untuk bisa dibangga dan kembangkan, selain hanya sekedar
bertahan nyaman sebagai followers tak berjati diri. Ia memiliki
kesadaran penuh bahwa ia terlahir istimewa, dan tentunya terlampau
nista jika hanya menyerahkan hidupnya untuk berada di balik
bayang-banyang orang lain.
Pemuda demikian adalah yang menahbiskan dirinya sebagai trendsetters, bukan followers.
Ia enggan mengizinkan telunjuk lain memerintah dirinya. Ia berkeyakinan
bahwa telunjuknya tetap harus menjadi pemeran utama untuk memiliki
titah tertinggi dalam menentukkan arah hidup, paling tidak bagi dirinya
sendiri, sesuai dengan tuntunan Tuhan YME.
Wallahu’alam…
prihatin ya...yuuk lakukan yang bisa dilakukan...
BalasHapusYuk, mari... :)
BalasHapus