Ketika ada orang yang membenciku, kupikir dia belum mengenalku lebih
jauh. Mengenal aku sebagaimana “wujud asliku”, bukan sekadar mengenal dari
sudut kiri atau satu sudut yang lainnya saja. Karena aku bukan orang baik, aku
kerap hidup sesukaku, dengan cara dan dalam kedamaian “dunia” yang kuciptakan
sendiri. Telunjukku akan tetap menjadi titah tertinggi dalam menentukan arah
hidup bagi diriku. Telunjukku adalah pemeran utama, sekalipun hanya untuk memerintah
diriku sendiri.
Seorang teman penulis
yang kali pertama bertemu raga denganku langsung menyadari “kelainanku”, “Bolin
kalo di facebook kesannya ceriwis
banget, tapi aslinya kalem gini, ya. Diem, gak banyak omong.” Aku hanya
meringis, memamerkan senyum simetrisku. Aku pandai menipu, bukan? Tentu saja,
karena aku bukan orang baik.
Bagiku, hidup adalah
sekolah yang tak pernah mengenal kata lulus. Dalam setiap perjalanannya, aku
harus bisa fight dan konsisten dengan
apa yang telah dan akan aku gapai. Aku telah memutuskan untuk menjadi dewasa,
yah... sekalipun aku bukan orang baik. Namun justru karena bukan orang baik,
lah, maka aku memiliki percikan rasa gengsi jika masih harus menggantungkan
hidup di pundak orang lain, meski itu orangtuaku sendiri. Terkadang aku sedikit
merasa beruntung telah mendapat mandat tak langsung dari Tuhan untuk mengemban
tugas sebagai bukan orang baik, dengan “bekal” itu aku merasa lebih siap untuk
hidup, menapakkan kaki-kaki kecilku pada pertarungan di dunia luar yang kuyakini
betul begitu liar.
“Pembeli adalah Raja”.
Rasanya ingin sekali aku menampol kepala orang yang kuyakini betul di sepanjang
sejarah hidupnya tidak pernah berada pada posisi penjual, ketika dengan seenak
lidahnya menelurkan ungkapan yang kerap dijadikan senjata basi bagi pembeli
abal-abal. Tak pernah aku izinkan siapa pun untuk berlaku semena-mena
terhadapku, sekalipun itu orang yang dengan jelas-jelas menjadi perantara Tuhan
untuk membagi rizky padaku. Bagiku –dan yang juga menjadi prinsipku—pembeli dan
penjual itu sama-sama saling membutuhkan, tidak ada yang menjadi raja apalagi
budak antar satu dan lainnya. So, treat
me well, I will pay more.
Aku bukan orang baik,
yang akan berlaku baik pada siapa pun tanpa mengamat bulu. Yang kutau, orang
baik akan memberi pada siapa pun itu, namun tidak denganku. Aku adalah makhluk
yang tergolong bukan orang baik, hanya rela berbuat baik pada orang yang tidak
menjahatiku. Kupertegas, tak perlu orang itu baik padaku, yang terpenting
hanyalah dia tidak menjahatiku. Dan aku pun begitu pelit saat harus memberi
pada orang yang meminta. Aku hanya ingin berbagi pada mereka yang sebelumnya
telah berusaha, pada mereka yang cukup merasa dirinya terlampau istimewa untuk
sekadar digadaikan dengan tengadahan tangan.
Aku bukan orang baik yang
hobi bersosialisasi untuk kelamaan membahas tentang keberbedaan sifat antara
mereka dengan orang-orang yang tidak baik sepertiku. Aku adalah orang tidak
baik yang lebih memilih cuek dan berpura-pura sibuk dengan ponsel di tanganku,
saat orang-orang baik itu menunjukkan “perhatiannya” pada orang setipeku. Satu
hal yang perlu kukatakan pada sekawanan orang-orang baik itu, jika mereka kerap
merasa lebih baik dari yang digunjingkannya, kurasa mereka tak akan sudi
meluangkan sepersekian waktu dalam hidupnya untuk memasukkan nama makhluk
sepertiku dalam pembahasan, orang yang sudah jelas-jelas mereka anggap bukan
orang yang layak mendapat label baik.
Aku bukan orang baik yang
selalu kepo dan mau peduli dengan
urusan yang kupikir tak kupunyai wewenang dan kepentingan untuk meributkannya.
Ketika orang-orang baik itu disibukkan dengan kondisi menghakimi orang-orang
yang tidak baik, maka aku hanya akan melihat-lihat dari jauh, hanya sekadar
bekalku untuk cukup tau. Bukan hakku –sebagai orang yang tidak baik—untuk ikut
bergumul menghakimi sesamaku –yang bukan orang baik—dengan para makhluk yang
katanya “putih” itu, segolongan kaum yang kerap merasa bahwa bumi hanya layak
dihuni oleh manusia-manusia seperti mereka, orang baik yang mungkin lupa jika
bukan tidak mungkin suatu ketika Tuhan akan menempatkannya pada posisi
sepertiku, sebagai bukan orang baik.
Namun jika ketenangan
dalam zonaku diusik, jangan harap aku bisa tinggal diam dan tetap duduk manis.
Aku akan menampakkan wujud asli di balik tipuan diamku yang sebenarnya. Pernah
satu waktu, aku menjadi begitu marah besar pada orang-orang baik itu, di
hadapan orang-orang baik lainnya yang menjadi penghuni grup “suci” tersebut,
aku memuntahkan segala ketidakbaikanku. Untuk sekian waktu aku menunggu,
setelah membuat kerusuhan di grup yang menurut orang tak baik sepertiku adalah
selayaknya tempat konyol dan hengkang sesaat setelahnya, barangkali orang-orang
baik itu –atau paling tidak si dalang grup—akan memberi klarifikasi permintaan
maaf secara personal via inbox facebook-ku
setelah dengan lancangnya mereka –orang-orang baik itu—menjadikanku sebagai
daging yang dimakan kemudian setelah orang-orang setipeku, namun ternyata... nothing. Haha, aku terkekeh kemudian,
mana mungkin aku bisa menjungkirbalikkan sejarah tentang ketiadaan orang baik
meminta maaf pada yang bukan orang baik?
Aku bukan orang baik,
yang akan diam dan menerima begitu saja saat ada makhluk lain yang dengan
lancangnya “menginjakku”. Aku akan berontak melawan dan memberi peringatan
keras agar dia sudi berpikir ulang jika akan melakukan hal serupa itu lagi
padaku, dengan tanpa membalas untuk menginjaknya. Oh, jangan salah sangka dulu.
Aku tak membalas untuk menginjaknya balik, bukan berarti karena aku memiliki
sisi baik, namun lebih pada karena aku merasa telapak kakiku terlalu istimewa
untuk menyentuh bagian tubuh orang itu. Sombong sekali, kan, aku ini? Haha. Aku
bukan orang baik, yang akan tetap bisa berlaku manis pada orang yang
menjahatiku.
Kukatakan ini terkhusus
bagi kamu, kalian, dia, mereka, yang terlahir sebagai orang baik. Jangan
terlalu menganggap remeh temeh perihal keberadaan orang-orang serupaku, sebab
keberadaan orang-orang sepertikulah maka kalian semua tersebut –atau mungkin
menyebut diri sendiri—sebagai orang baik. Aku dan mereka ada untuk menjadi
pembanding bagi kalian, makhluk suci yang beruntung terpilih untuk terlahir
sebagai orang baik.
Huaaa... setipe dengan Mbak...Diam aslinya, ceriwis banget di dunia maya... Dan Mbak akan melakukan perlawanan jika ZONA NYAMAN mulai diusik..
BalasHapusDi dunia maya aku lebih sering "ngomong sendiri", tapi kalo di dunia nyata ngomong panjang lebar itu kalo lagi perlu aja. Xixixi. :)
BalasHapus