Hari
pertama sekolah, Nika dibawakan bekal makanan oleh Bunda. Nika pun berniat
untuk menyantapnya di taman sekolah bersama Dea, Mela, Neng, Riva, Hiro, dan
Rizal, teman-teman barunya di sekolah.
“Kalian
bawa bekal makanan apa?” Tanya Nika sambil membuka kotak bekal makanannya.
“Aku
dibawain nasi goreng spesial buatan mamaku!” Jawab Rizal bersemangat.
“Kalo
aku nasi uduk buatan Bibi.” Ujar Riva memperlihatkan bekal makannya.
Lalu
mereka pun saling memperlihatkan bekal masing-masing, sambil tidak ketinggalan
untuk saling mencicipi bekal satu sama lain.
Neng
yang hari itu dibekali nasi putih dan nugget
kesukaannya, terlihat makan dengan malas-malasan.
“Kamu
kenapa, Neng?” tanya Hiro penasaran sambil meneguk air dari termos kecil yang
dibawanya.
“Tumben.
Kok, masakan ibuku nggak enak gini, ya?” tutur Neng dengan wajah bingung.
“Sama!
Aku juga ngerasa bekal makananku nggak seenak makanan yang biasa aku santap di
rumah.” Dea menimpali.
Ternyata
yang lain pun turut mengamini. Mereka jadi kurang bersemangat untuk
menghabiskan bekal makanannya. Dengan wajah serius, mereka berusaha memecahkan
misteri bumbu apa yang kurang dari bekal makanan-makananan mereka, sehingga
rasanya tidak sesedap biasa.
Namun,
hingga bel masuk kelas berbunyi pertanda waktu istirahat telah usai, tak satu
pun misteri bumbu yang kurang berhasil mereka pecahkan. Nika, Dea, Neng, Mela,
Riva, Rizal, dan Hiro pun masuk ke dalam kelas dan kembali mengikuti pelajaran
dengan hati penasaran. Tapi mereka bertekad akan bertanya pada ibu dan pembantu
masing-masing, agar besok misteri kurang sedapnya bekal makanan mereka dapat
terpecahkan.
*
“Bundaaa...
Nika pulaaang!” Seru Nika saat memasuki gerbang rumah sambil berlari riang. Bunda
yang sedang membuat kerajinan tangan pun langsung menyambutnya.
“Eeeh...
anak Bunda baru dateng sekolah, kok, malah teriak-teriak, sih? Ayo, harusnya
ngucapin apa?” Tanya Bunda mengingatkan sambil membantu Nika untuk melepas
sepatunya.
“Hehehe...
Assalamu’alaikum, Bundaaa...” ucap
Nika tersipu karena lagi-lagi kelupaan. Setelah mencium tangan dan pipi Bunda,
Nika pun bergegas masuk ke dalam rumah. Tapi tidak lama kemudian setelah
berganti pakaian, Nika kembali lagi menghampiri Bunda yang masih ada di teras.
“Bunda,
Nika mau tanya,” kata Nika sambil menjinjing tas sekolahnya.
“Tanya
apa, Nak? Ada PR yang susah?” tanya Bunda sambil merapikan bahan-bahan untuk
kerajinan tangannya, dan memasukkannya satu persatu ke dalam kotak.
Ditanya
begitu, Nika pun langsung menggeleng kuat-kuat. Lalu Nika duduk di samping Bunda
dan membantu memasukkan bahan-bahan kerajinan tangan milik Bunda.
“Kalo
bukan PR yang susah, terus Nika cantik mau nanya apa?” tanya Bunda lagi sambil
tersenyum.
Nika
pun berhenti sejenak membantu Bunda mengemasi kerajinan tangannya, lalu
mengeluarkan sesuatu dari tas sekolah yang sedari tadi dipeluknya. Ternyata
yang Nika keluarkan adalah kotak bekal makanannya.
“Bunda...”
panggil Nika ragu-ragu.
“Iya,
kenapa, Sayang?” jawab Bunda lembut dan langsung memperhatikan Nika karena
sekarang semua benda-benda kerajinan tangan karya Bunda sudah rapi di dalam
kotak.
“Nika
mau tanya, tapi Bunda jangan tersinggung atau marah, ya...” pinta Nika dengan
wajah serius, matanya yang sipit mengerjap-ngerjap lucu. Bunda pun mencubit
kedua pipi tembem Nika.
“Ya
nggak, lah. Masa Bunda marah, sih?” Jawab Bunda tersenyum.
“Hehehe...
janji, ya, Bunda nggak marah?” Nika masih berusaha memastikan.
“Iya,
Bunda janji, anak manis!” Ujar Bunda sambil mengacungkan jari tengah dan
telunjuk pada tangan kanannya, kemudian Nika dan Bunda pun tertawa.
“Ayo,
mau nanya apa?” kata Bunda lagi.
“Mmm...
gini, Bund,” Nika masih terlihat ragu-ragu. Bunda tersenyum sambil merapikan
poni yang menutupi sebagian kening Nika.
“Bekal
makanan Nika yang Bunda bawain, kok, nggak seenak biasanya, sih, Bund? Ehm,
maksud Nika bukannya nggak enak, tapi rasanya nggak seenak biasanya, gitu,
Bund. Bunda ngerti, kan?” Tanya Nika hati-hati karena takut Bunda akan
tersinggung.
Bunda
mengernyitkan dahinya sejenak, kemudian bertanya sambil tetap tersenyum. Melihat
senyum Bunda, Nika pun menjadi lega karena ternyata Bunda tidak tersinggung
apalagi marah mendengar pertanyaannya.
“Nika
makannya dicampur sama jajanan, ya?” tanya Bunda. Nika menggeleng karena selama
ini Nika memang tidak pernah jajan di luar. Selain karena jajanan luar kurang
higienis, uang saku dari Bunda pun Nika masukkan ke dalam celengan bambunya.
Bunda
berpikir sejenak. “Hhhm, coba sekarang Bunda mau liat, Nika cara makan bekalnya
tadi gimana?”
Nika
mengangguk dan membuka kotak bekal makanannya, lalu langsung menyantap makanan
itu beberapa suap. Akhirnya Bunda tersenyum dan geleng-geleng kepala.
“Pantesan
aja rasa makanannya jadi kurang sedap, Nika nggak baca mantra sebelum makan
dulu, sih.” Tutur Bunda. Nika menatap bingung.
“Mantra
apa, Bunda?”
“Mantra
supaya makanan yang dimakan Nika terasa enak dan juga mengenyangkan. Selain
itu, kalo Nika baca mantra sebelum makan, makanan yang Nika telan akan lebih
barokah dan bernilai pahala, Nak.” Jelas Bunda.
Bunda
pun mengajari Nika mantra sebelum makan. Tak lupa Bunda menuliskannya di buku
catatan Nika agar bisa dihapal dan dibaca sewaktu-waktu.
*
Keesokan
harinya saat istirahat di sekolah, Nika kembali berkumpul bersama
teman-temannya. Dengan bersemangat Nika menceritakan mantra sebelum makan yang
diajarkan Bunda.
“Pas
udah baca mantranya, bekal makanan Nika jadi terasa enak, loh!” Ujar Nika,
teman-teman pun penasaran dan minta diajari sebelum mereka menyantap bekal
makanannya.
“Ayo,
kita baca mantranya sama-sama!” Ajak
Nika sambil membuka buku catatannya yang berisi mantra tulisan Bunda. Mereka
pun membacanya dengan keras-keras.
“Bismillahirrahmaanirrahiim... Allahumma
baariklanaa fiimaa razaqtanaa waqinaa adzaa bannaar... Aamiin!”
Selesai
membaca mantra, mereka langsung menyantap bekalnya masing-masing. Hiro langsung
berseru girang.
“Mantra
ajaib! Bekal makanku jadi enak banget!”
“Iya,
aku juga!” Sambung Riva.
Anak-anak
shaleh itu tertawa senang sambil bertukar makanan dan menyantapnya dengan
lahap.
0 Tanggapan:
Posting Komentar
Respon koment akan disesuaikan dengan isi koment. No SPAM, RASIS, HUJATAN, dsj. Merci.... :)