Rabu, 24 Desember 2014

PROMO CUCI GUDANG!!! Semua Buku Rp23.000,-



Kali ini promo buku Penerbit Harfeey hadir lagi untuk menghabiskan stok buku yang ada di Majalengka. Jadi, yang bisa diorder HANYA buku-buku yang ada dalam list ini, tidak bisa dengan sekalian order buku lain (stok yang ada di Jogja). :))

Langsung saja, berikut list beserta link identitas buku promo Rp23.000,-/buku (belum ongkir). PS, STOK TERBATAS!


Format order: CG_judul buku_jumlah order_alamat kirim sms ke 0877-7300-0454 (Ari)











































































*Untuk buku-buku solo yang termasuk ke dalam promo, royalti dihitung 15% dari harga promo/buku yang terjual*

Senin, 22 Desember 2014

Hah? Kartu ATM Bisa Debit???

#‎CeritaKatro‬
Sekian taun punya ATM card, baru tau kalo bisa di-debit di kasir. Katrooo~ Belum lama ini pernah gentayangan ke Amplaz sendirian, masuk Carefour buat beli air mineral, udah antri tinggal satu orang baru nyadar di dompet gak ada penghuninya, langsung mundur tak teratur naro balik minuman dan buru2 nyari mesin ATM. Sekarang... dikit-dikit belanja bayarnya digesek. Kirain mah yang bisa cuma kartu kredit, walau banyak sales yang nawarin tapi saya gak bisa/biasa ngutang. x_x

Omzet Penerbit Harfeey

Selalu bingung tiap ada yang mau ngulas tentang profil Penerbit Harfeey dan nanya omzet perbulannya, soalnya saya gak pernah bikin pembukuan hehe. Biasanya uang setelah dipake biaya cetak, kirim paket untuk buku-buku PO, royalti penulis (untuk buku solo, kalo buku antologi event royaltinya langsung dipotong sebagai harga kontributor), nah... itulah omzetnya (masih laba kotor). Tapi ya alhamdulillah, sejauh ini masih bisa dipake buat makan 3 kali sehari dengan menu sekelas burjo (tapi masak sendiri ye). | Emangnya berapa digit? | Ya... 12 digit lah, wkwkw. ‪#‎Ngarang‬ ‪#‎Aamiin‬ ‪#‎Soon‬
 
2015 saya mau jadi alumni kampus, buka usaha keagenan ekspedisi pengiriman barang, punya kendaraan yang bisa nampung lebih dari 3 orang. ‪#‎Dream‬ ‪#‎Hope‬ ‪#‎Insyaallah‬
 
*Sore2 ngayal sambil nge-layout & nge-desain cover, di luar ujan*

Ingin Jadi Orang Lain

Kadang2 sering merasa ingin menjadi orang lain yang hidupnya keliatan nyaris sempurna. Sampe pada beberapa kesempatan kena imbasnya juga, ketika tak sedikit kawan yang berkata, "Enaknya jadi kamu. Bahagianya liat kemudahan di hidupmu." Ternyata selama ini saya pun menafikan tentang kemungkinan sudah berapa jurang yang membuat jatuh dan harus didaki oleh orang-orang yang hidupnya sering membuat saya "iri". Kadang2 kesulitan memang tidak selalu layak diceritakan, namun menerima anggapan bahwa hidup kita selalu baik-baik saja pun cukup tidak mengenakkan.

*Menuju shubuh, masih berusaha kerja dengan cerdas & keras*

Khayalan Tentang Resolusi

Jadi begini, nanti tuh saya mau buka agen ekspedisi barang tepat di depan Kopma UIN, di situ medannya prospek banget. Nah, di area Kopmanya juga mau nyewa tempat buat selapak gerobak kecil, jualannya adek saya sama si Kribo, rencana di otak saya sih ngusulin jualan ketoprak sama baklor, soalnya di sekitar sana belum ada. Yang bikin beda, nanti di tempat ekspedisi saya kasih rak yang berisi beberapa buku, jadi yang nunggu antrian kirim paket bisa sambil baca-baca (sekalian promosi Penerbit Harfeey xD). Sementara di lapak gerobak ditempelin cerpen yang sumbernya dari buku-buku antologi event Harfeey, diganti setiap harinya. Berniaga sambil sedekah ilmu, semoga berkah.

*Oke, sekian dulu khayalan untuk hari ini, kalo beruntung bisa jadi kenyataan*

Belajar Tidak Membedakan Meski Jelas Berbeda

Suatu kali dalam perjalanan kereta dari Cirebon menuju Jogja, saya berkesempatan punya teman duduk gadis difabel yang kurang lebih seumuran. Awal mengajak bicara, dia sedikit terlihat aneh. Dia menoleh tapi langsung buang muka lagi melihat jendela, begitu seterusnya hingga kurang lebih 3 kali saya ajak dia ngobrol. Sampe akhirnya dia "ngeh" kalo ocehan saya ditujukan buatnya, dia langsung minta maaf dan menginfokan kalo dia tunarungu (merangkap tunawicara) via ketikan di ponselnya. 

Saya bersikap senormal mungkin, menganggap hal itu bukan masalah besar dan langsung mengambil tablet untuk balas berkomunikasi. Bukan apa-apa, saya khawatir dia merasa terganggu kalau saya meminta maaf, menunjukkan keprihatinan saya lewat air muka yang berkesan menganggap hidupnya jauh lebih menyedihkan dari hidup saya, dan imbasnya malah bukan tidak mungkin akan membuat dia merasa dibuatkan garis tebal untuk menandakan bahwa dia "berbeda".

Dampak BBM Naik!

Muak tiap ada yang koment "BBM naik 2 rebu doang udah kelimpungan, tapi motor bisa kebeli, blablabla bisa kebeli, syalala-syelele~" Pe-ak! BBM-nya emang CUMA naik 2 ribu, tapi gara2 itu kebutuhan pokok lain ikut naek dengan gila2an. Kecil2annya deh, kemaren gue dapet sms dari agen travel Jogja-Cirebon yang sebelum BBM naik ongkosnya 120 rebu, tapi apa lo pikir setelah BBM naik ongkosnya CUMA naik jadi 122 rebu??? Ngok, 150 rebu, Om/Tante. 

Oke, kalo cuma dari segi itu gue masih terbilang mampu. Sekali lagi itu cuma sample. Nah, apa lu yang-sok-mampu bisa MAMPU buat mastiin semua harga naiknya bakalan CUMA 2 rebu juga (ngikutin kenaikan harga BBM)?! 

‪#‎Frontal‬ *Ape lo, mau nyuruh gue pindah negara?*

Tentang Orangtua yang Makin Tua

Sejak adik saya sakit dan dirawat di kampung halaman, hampir 4 kali seminggu ibu telepon dan nanya apa saya sendirian di rumah (kontrakan). Sebanyak pertanyaannya juga saya jawab iya, soalnya sama siapa lagi, adik saya kan di rumah. Kemudian ibu akan bilang "Yaa Allah..." dilanjut nasihatnya agar saya hati-hati, bisa jaga diri. Begitu seterusnya berulang, kadang-kadang ada rasa jengkel kenapa terus nanya hal-hal yang jawabannya sudah jelas. Tapi sisi "angel" dalam diri mengingatkan, semakin sepuh orangtua akan semakin menjadi seperti "anak-anak". Mungkin rasa sepi dan bingung yang membuatnya sering menelepon hanya untuk bertanya hal-hal yang sudah ditanyakan, hal-hal yang sudah jelas jawabannya.

God, gimana ya. Saya gak mau menetap di kampung halaman, tapi saya juga gak mau hilang kesempatan berbakti pada orangtua. Semoga ibu-bapak saya gak berpikiran sama seperti orangtua dalam sebuah artikel kisah nyata yang pernah saya baca; seorang ayah yang sedang sakit dan mulai linglung (pikun), sampe gak bisa percaya kalo yang saat itu sedang menjaganya di RS adalah anaknya yang selama ini jarang pulang karena bekerja di rantau. Menurut si ayah, meski diberi sekarung uang pun mustahil anaknya itu mau datang (dan meninggalkan pekerjaannya) untuk mengunjunginya. Si penulis artikel pun tau betul alasan si anak merantau dan jarang pulang, karena sikonnya kurang memungkinkan. Selama ini dia bekerja untuk mencukupi kebutuhan orangtua dan sodara-sodaranya, sementara sodaranya yang lain (yang dekat rumahnya dengan ortu) berbakti lewat tenaga.

Sering saya pulang cuma 3 hari. 1 hari datang, 1 hari untuk istirahat, 1 hari kemudian balik lagi ke rantau. Orangtua lalu nanya, ada apa saya pulang (atau sering juga ditanya hal yang sama waktu saya telepon), dan saya bukan typikal anak yang bisa "so sweet" (walau saya perempuan) bilang kangen atau mau menengok mereka seperti sodara-sodara yang lain, saya cuma bilang gak ada apa-apa. Dan biasanya ibu saya akan "marah" kalo saya cuma pulang sebentar, karena kasihan saya capek di jalan. Sementara kalo saya agak lama di rumah (minimal seminggu), ibu akan senang luar biasa. Padahal di rumah pun saya gak pernah ngapa-ngapain. Tetep mainan sama laptop dan kadang becandaan sama keponakan.

Sudah sejak beberapa bulan ini bapak saya mau "akrab" sama ponsel. Padahal dulunya bapak gak pernah mau peduli apakah ponsel akan berdering terus ketika ibu saya gak ada di rumah, bisa dibilang bapak saya sangat zuhud (bahkan seumur hidup saya tidak pernah lihat bapak saya dengan "iseng" nonton TV). Sampe akhirnya beberapa bulan lalu saya cukup kaget waktu telepon ke rumah denger suara bapak yang jawab. Saking kagetnya, dengan spontan saya nanya di mana ibu. Kebetulan waktu itu ibu saya lagi pengajian di luar. Dan pada kesempatan-kesempatan berikutnya, ketika ibu saya gak ada di rumah dan bapak yang ngangkat telepon, bapak saya akan langsung nanya apa saya nyari ibu. Selintas saya lagi-lagi inget akan sebuah kisah nyata dalam artikel yang pernah saya baca, tentang keluhan tersirat seorang ayah yang setiap kali berkesempatan mengangkat telepon dari anak-anaknya, mereka selalu menanyakan ibu dan secara tidak langsung meminta ponsel untuk dialihkan. Akhirnya saya sadar untuk belajar bersikap dan berucap lebih hati-hati pada orangtua yang umumnya kian sepuh kian sensitif. Mungkin dulu seorang ayah akan bersikap biasa saja melihat anak-anaknya merasa lebih nyaman di dekat ibu, tapi ketika hari tua menjelang, kesendirian datang, rasa sepi menerjang (apa ini?), ayah pun ingin disapa, dianggap ada, dan dipentingkan eksistensinya. Setelahnya, setiap kali saya telepon ke rumah dan kebetulan bapak yang jawab lantas langsung bertanya apa saya mencari ibu, saya akan jawab gak, dilanjut dengan menanyakan kabar bapak, sedang apa, dan kalo ada maksud khusus akan saya ceritakan langsung padanya (yang kemudian juga pasti bapak ceritakan pada ibu).

Di antara 7 sodara lainnya (yang masih hidup), saya adalah anak yang paling menyusahkan sejak kecil karena saya "berbeda" (saya terlahir sebagai anak dengan kerja otak kanan yang sangat dominan). Kasihan orangtua yang membesarkan saya dengan keberbedaan yang sebagai orang awam gak mereka pahami sama sekali apa sebab dan bagaimana mengatasinya. Maka selepas usia 20 (walau sangat telat), saya berusaha keras untuk membayar serpihan-serpihan lelah di hati dan pundak kedua orangtua. Saya akan menyicilnya seumur hidup, walau sangat tahu diri mustahil untuk bisa melunasi.

*Dini hari terbangun, liat beranda FB banyak yang update status tentang Hari Ibu*
© Born to be "Antagonis" 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis