Senin, 22 Desember 2014

Belajar Tidak Membedakan Meski Jelas Berbeda

Suatu kali dalam perjalanan kereta dari Cirebon menuju Jogja, saya berkesempatan punya teman duduk gadis difabel yang kurang lebih seumuran. Awal mengajak bicara, dia sedikit terlihat aneh. Dia menoleh tapi langsung buang muka lagi melihat jendela, begitu seterusnya hingga kurang lebih 3 kali saya ajak dia ngobrol. Sampe akhirnya dia "ngeh" kalo ocehan saya ditujukan buatnya, dia langsung minta maaf dan menginfokan kalo dia tunarungu (merangkap tunawicara) via ketikan di ponselnya. 

Saya bersikap senormal mungkin, menganggap hal itu bukan masalah besar dan langsung mengambil tablet untuk balas berkomunikasi. Bukan apa-apa, saya khawatir dia merasa terganggu kalau saya meminta maaf, menunjukkan keprihatinan saya lewat air muka yang berkesan menganggap hidupnya jauh lebih menyedihkan dari hidup saya, dan imbasnya malah bukan tidak mungkin akan membuat dia merasa dibuatkan garis tebal untuk menandakan bahwa dia "berbeda".

0 Tanggapan:

Posting Komentar

Respon koment akan disesuaikan dengan isi koment. No SPAM, RASIS, HUJATAN, dsj. Merci.... :)

© Born to be "Antagonis" 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis