Minggu, 21 Juli 2013

Bermula dari Pembangkangan

Beberapa orang, atau bahkan sebagian besarnya, kerap mendulang ragu untuk kesuksesanku. Mana mungkin si “Putri Tidur” pemalas ini bisa merangsek keluar dari zona nyamannya dalam balutan selimut kumal, menuju bentangan aral melintang tingkah polah dunia luar dengan kondisi aman. Namun aku—berkat dukungan penuh yang juga nyaris menjadi dukungan tunggal dari ibuku—setidaknya cukup berhasil membuat engsel dagu mereka yang meragukan untuk nyaris mencelos dari tempat asalnya—karena menganga kaget. Tidak menyangka bahwa anak kecil yang kerap dipandang sebelah mata pun tidak ini, nyatanya tidak terlalu buruk melakoni hidup di tanah rantau.
 Aku menikmati setiap dentangan waktu yang menjadi latar suara alur kehidupanku. Aku menikmati setiap tikamannya sekalipun, meski terkadang aku serasa tercekik dibuatnya. Karena dari segala kepahitan hidup, akan selalu ada bercawan manis yang bisa kureguk setelah ampas terakhirnya berhasil kulumat nikmat.

Entah baik atau justru sebaliknya, aku besyukur atas satu tindakan pembangkangan terbesarku pada ibu, seseorang yang Surgaku berada dalam ridhonya. Ibuku yang baik hati, namun memiliki tingkat kekhawatiran di atas rata-rata, yang menurutku bisa dikategorikan lebay. Ya, Ibu kerap menunjukan aksi paranoid yang berlebihan—menurutku.

Untuk kali pertamanya, Ibu begitu sulit untuk aku luluhkan. Berharap restu dalam meniti pendidikan di ranah rantau, nyaris menjadi sesuatu yang mustahil bagiku. Bila ditentang oleh seluruh keluarga besar—termasuk Ayah—itu bukan masalah besar. Tapi jika gelengan kepala Ibu dan sorot mata ragu yang terpancar dari beliak kedua bola matanya yang kian mengabu, justru itulah bencanaku.

Meski akhirnya, setelah menyimak sederet janjiku yang sebenarnya tidak benar-benar aku seriusi dalam pengucapannya, Ibu pun melunak. Mencoba berlapang untuk melepaskanku kembali bergelut seorang diri di Yogyakarta, kota istimewa yang menjadi target study dan impian pencapaian masa depanku. Dengan berat, Ibu melepas genggamannya dari tanganku, untuk membiarkanku melarung hidup semakin jauh dari dekapnya, semakin menjauh... bersama angan dan mimpi-mimpi yang kuutarakan padanya, meski aku yakin terpandang mustahil jika selain ibuku yang mendengar.

Bukan meragukan kemampuan dari kotaku sendiri, namun entah bagaimana jadinya, jika aku dulu mengalah pada keraguan Ibu untuk melanjutkan pendidikanku di salah satu perguruan tinggi swasta di kota kecilku; Majalengka. Satu sudut kecil tak terjamah di bilangan provinsi Jawa Barat. Mimpi-mimpiku hanya akan sekadar mengendap dalam bunga tidur, jika aku tak bergeming dari kota yang bahkan toko buku lengkap dan perpustakaan kota saja tidak punya. Terlebih dengan memperhitungkan masalah biaya. Tentu tittle swasta membutuhkan kucuran dana setiap bulannya, dan sudah bisa dipastikan akan berkali lipat jauh lebih besar dari PTN. Meski menyanggupi, aku yakin ke depannya orangtuaku akan kewalahan. Terlebih, aku pun enggan hanya mengeram bagai katak dalam tempurung. 

Alhamdulillah... ceracau mimpi yang kujanjikan pada Ibu, akhirnya berhasil kuwujudkan sedikit demi sedikit. Semenjak meniti pada tingkat semester 2 perkuliahan, aku mulai melihat peluang-peluangku untuk sukses. Tanpa gengsi, aku melakoni berbagai pekerjaan, mulai dari berjualan buku, baju, hingga aku yang hobi menulis ini, melihat peluang bisnis dengan membuka usaha penerbitan buku indie, yang kemudian kuberi nama dari singkatan nama kedua orangtuaku; Harfeey. Bersama Penerbit Harfeey, aku belajar untuk “hidup”.

6 Tanggapan:

  1. Haaaa, selalu WAH Baca kisah perjuanganmu deeeeek... Sukses dan berkah yaaaaaaa..... :*

    BalasHapus
  2. Makasih, Mbaaak. :D komentator teraktif, nih. Hehehe :D
    Kalo aja sodara2ku punya kebiasaan nulis, sebenernya kisah2 mereka jauh lebih bikin yang baca ngerasa malu buat ngeluh. Xixixi

    BalasHapus
  3. Selamat atas mimpi yang telah terwujud, teruskan perjuangan dan wujudkan mimpi-mimpi baru setiap hari berganti. :)
    Kisah teteh selalu jadi cerminan yang berarti untuk hidup saya.
    Cayoo teh bolin ;)

    BalasHapus
  4. Iii... makasih, ya, Shizunda. ^-^
    Aamiin, semoga sukses juga buatmu, ya....

    BalasHapus
  5. hehehe, iya nih, habisnya kisah2nya bikin gregetan pengen ninggalin jejak terus di sini Deeeekk.. ^_^ Pasti ke sini terus buat nyari bacaan baru tulisan Lily, soalnya inspiratif... ^^, Rajin mampir juga yaaa ke riahidayah.blogspot.com

    Waaaahhh, coba kalo Lily aja yang nulis kisahnyaa... hihi

    BalasHapus
  6. Iya, Mbak. Pengen BW ke blog2 itu susah kalo gak ngintip share-an di FB. Soalnya di blog-ku gak ada tampilan dasboard, desain, dsj-nya nih semenjak ganti template. Tau napa nih. -_-v

    Wkwkw, ditampung deh idenya. :D Tulisan ini juga aslinya tulisan lama yang cuma disimpen di file.

    BalasHapus

Respon koment akan disesuaikan dengan isi koment. No SPAM, RASIS, HUJATAN, dsj. Merci.... :)

© Born to be "Antagonis" 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis