Minggu, 16 Juni 2013

1st; Sebuah Perjalanan dalam Penggapaian Mimpi

Allahu Akbar, Subhanallah, Alhamdulillah....
Semula saya tidak menyangka akan bisa menapak pada angka PERTAMA ini dengan prestasi yang menurut kapasitas saya pribadi cukup gemilang dan membanggakan. Pikiran saya sempat melanglang pada tanggal yang sama dan jam yang sudah bisa terbilang larut, saya yang sebelumnya memang sedang dalam proses “mendewasakan diri” dengan cara berjualan apa pun yang penting halal via online, mulai berpikir untuk ikut berkontribusi pada bidang usaha yang sebenarnya menjadi hobi saya juga. Bukan karena usaha penjualan online saya sebelumnya bangkrut atau tidak menghansilkan, malah saya sangat bersyukur pada allah yang saya rasa teramat sangat baik pada saya yang tak baik ini. Allah selalu memudahkan setiap rintisan usaha saya, namun karena sesuatu hal saya menanggalkan usaha-usaha sebelumnya demi serius di bidang usaha penerbitan ini.

Impian yang tercetus pada sekitar pukul 11 malam tanggal 27 Mei 2012 itu, kemudian langsung saya realisasikan keesokan harinya. Hal pertama yang saya lakukan adalah meminta adik saya yang berada di Jakarta (saya di Yogyakarta) untuk membuat design logo dengan nama Harfeey (baca; Harfy),
singakatan dari nama Ibu-Bapak kami; Harja dan Shofiyah. Alhamdulillah, Allah kembali memudahkan jalan saya, ketika ditanya lebih lanjut ternyata adik saya cukup paham tentang photoshop sehingga bisa membuat design-design cover untuk sebagian besar buku-buku Harfeey, yang gambaran kasar untuk konsepnya sudah saya jelaskan terlebih dahulu. Sketsa jelek saya selalu bisa divisualisasikan dengan amat baik –menurut saya—oleh adik saya.

Perjalanan saya untuk merealisasikan Harfeey pun berlanjut, saya mulai membuat akun facebook khusus untuk usaha Penerbit Harfeey dan bertanya pada Ibu-ibu senior di satu grup kepenulisan tentang cara membuat penerbitan indie, terutama tentang pembuatan akta notaris agar usaha penerbitan saya legal di mata hukum. Semula saya nyaris drop saat teman penulis yang lebih dulu membuka usaha penerbitan indie menginfokan jika tarif untuk membuat akta notaris itu Rp3,5 juta, teman lainnya menginfokan lebih “murah” lagi, yakni Rp1,5 juta. Saya nyaris terpuruk karena merasa tidak ada yang bisa saya mintai untuk pinjaman uang (karena seumur hidup saya tidak terbiasa/dibiasakan untuk meminjam uang), untuk meminjam pada orangtua pun tidak mungkin karena saya berjanji pada diri sendiri untuk tidak memberitahu tentang niatan saya dalam membuka usaha ini sebelum ada “hasil” yang jelas tampak nyata berwujud materi. Namun saya terus berusaha mencari jalan, prinsip saya juga saya tidak akan mencari uang yang sesuai dengan tarif, tapi saya mencari tarif yang sesuai dengan uang yang bisa saya kumpulkan untuk membayarnya.

Puji syukur, Allah maha baik kembali memainkan peranannya dalam setiap titian langkah-langkah kecil saya, Dia mengutus seorang Ibu di salah satu grup itu (yang kalau tidak salah orang Makassar, maaf saya lupa T_T) untuk memberi info bahwa dia memiliki penerbitan dan saat mengajukan untuk pembuatan akta notaris, tarifnya hanya Rp500ribu. Saya mulai kembali optimis, walaupun saya tau jika tahun pembuatan akta Ibu tersebut adalah tahun 2006. Saya mulai mencari lokasi kantor notaris di Jogja yang sekiranya paling dekat dengan tempat domisili saya, melalui google map. Beberapa nomor telepon notaris saya kantongi dan mulai saya hubungi satu-satu. Dan... alhamdulillah, lagi-lagi Allah Yang Maha Baik memudahkan jalan saya dengan tidak mempertemukan saya dengan oknum notaris “nakal”, dari semua notaris yang saya tanya keseluruhannya menjawab bahwa tarif untuk membuat akta notaris adalah Rp500ribu. Allahu Akbar.

Perjuangan tidak lantas selesai sampai di situ. Saya ingat hari itu tepat satu minggu sebelum bulan suci Ramadhan, dan mayoritas mahasiswa perantau di Jogja sudah pulang ke kampung halaman masing-masing, guna menikmati libur panjang 3 bulan lamanya. Memang semenjak saya bisa dengan cukup jeli melihat peluang bisnis, sejak bulan Maret 2012 saya sudah tidak menggantungkan kebutuhan finansial pada orangtua saya lagi, namun uang yang saya peroleh dari berjualan buku-buku dan baju via online pun hanya cukup untuk bayar kost, kuliah, dan biaya hidup saya sehari-hari di perantauan. Dan ketika itu kebetulan tabungan saya tidak ada Rp500ribu, saya kembali galau. Dengan mempertebal wajah, akhirnya saya beranikan diri untuk meminjam uang pada kakak saya yang berdomisili di Tangerang. Semula saya merasa ragu dan tidak enak, apalagi yang menransfer uang pinjaman itu adalah kakak ipar saya –istri dari kakak saya—dikarenakan kakak saya sedang ditugaskan di daerah pulau Kalimantan. Ada rasa khawatir jika saya dianggap benalu dan hanya berbasa-basi untuk meminjam uang yang padahal niatnya minta. Namun saya berusaha keras untuk melunasinya sesuai janji saya di awal saat meminjam uang pada kakak saya, SATU MINGGU lagi saya bayar. Demi Allah, saat mengikrarkan janji itu sebetulnya saya pun masih bingung akan mendapat uang dari mana, sementara untuk gencar mempromosikan jualan saya pun, setidaknya saya harus lebih sering ke warnet karena saat itu saya belum memiliki laptop, dan itu artinya saya harus mengeluarkan cukup banyak uang untuk berwarnet ria setiap harinya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar... tak lelah saya kabarkan jika lagi-lagi Allah mempermudah jalan saya menuju gerbang pendewasaan. Saya bisa dengan gencar promosi jualan online saya dengan cara memanfaatkan fasilitas penggunaan komputer dan internet gratis di perpustakaan kampus. Tak jarang saya pulang hingga ba’da isya meski lelah berdiri (karena tidak disediakan tempat duduk), dan tak lelah juga saya bolak-balik dari kost saya di dekat UIN Jogja menuju pasar Bringharjo di kawasan Malioboro, menggunakan sepeda onthel yang sebelumnya alhamdulillah mampu saya beli dari hasil usaha jualan online saya (dengan sedikit tambahan dari orangtua, hehe). Puji Tuhan, TEPAT satu minggu setelah pinjaman dari kakak saya dapatkan, saya berhasil mengumpulkan uang lebih dari Rp500ribu yang kemudian langsung saya gunakan untuk melunasi hutang saya. Meski saya yakin kakak saya akan sangat penuh dengan pemakluman jika pun saya belum mampu melunasi dalam waktu singkat, tapi bagi saya yang penting saya berusaha dulu dan terbukti Allah memberi jalan.

Selama satu minggu sebelum Ramadhan itu saya menunggu jadwal untuk bertemu dengan notaris, guna penandatanganan dari akta notaris yang semula data-data yang perlu dikirimkannya sudah saya kirim via email. Sekitar hari kelima bulan Ramadhan, saya berangkat ke kantor notaris sendirian dengan menggunakan sepeda onthel saya, untuk mengambil akta CV Penerbit Harfeey yang sudah jadi. Awalnya orang-orang di kantor itu cukup heran dan kurang menyangka kalo saya adalah orang yang selama ini mereka panggil “Ibu Lily”, karena... well, tampilan fisik dan usia saya yang memang mini dan masih anak bawang (xixixi). Namun mereka mengungkapkan kekagumannya karena anak muda (atau kecil?) seperti saya sudah mau dan berani membuka usaha sendiri. Yah, keberanian saya dalam berwirausaha semata karena dilatarbelakangi oleh kepayahan saya jika harus bekerja di bawah perintah telunjuk orang lain. Passion saya bukan di jalur sana.

Oh, ya, selama menanti akta notaris selesai itu, dengan terpaksa saya mencetak buku pertama Harfeey yang juga merupakan karya solo pertama saya; Rumput Liar, berupa kumcer yang mayoritas ceritanya saya ambil dari pengalaman pribadi, dengan tanpa ISBN, karena banyaknya permintaan dari teman-teman yang ingin melihat sample buku Penerbit Harfeey. Mulanya saya cetak 50 eksemplar dan alhamdulillah terjual semua dalam waktu sekitar 2 bulan, kemudian saya cetak ulang lagi dengan ber-ISBN sebanyak 50 eksemplar lagi. Dan yang paling membanggakan, semua yang membaca karya saya mengakui bahwa cerita-cerita yang saya goreskan terbilang bagus dan memuaskan, meski saya akui juga jika dalam hal kualitas cetak cukup kurang layak karena dikerjakan oleh pihak ketiga yang tidak bisa mengimbangi keseriusan kerja keras saya (hingga saat ini pun saya belum diberi kemampuan untuk memiliki percetakan sendiri). Saya terus bekerja keras untuk modal mudik Lebaran, yang hingga akhirnya saya bisa mudik H-5 Lebaran, ketika kost-an dan bahkan Jogja sudah teramat sangat sepi dengan membawa sedikit materi dari hasil usaha penerbitan saya dan hasil dari penjualan baju online saya yang saat itu masih saya jalankan (terbayang kembali lelahnya mengonthel sepeda puluhan kilometer pulang-pergi setiap harinya, saat kondisi perut kosong karena tengah berpuasa)

Bersama Harfeey, jujur saja sejak awal saya lebih memfokuskan diri untuk menerbitkan karya dari hasil event menulis yang saya adakan sendiri, dengan bagi hasil yang saya berani bilang bahwa itu kali pertamanya ada event dari penyelenggara yang bukan besar, dengan memberikan keuntungan materi sesuai kerja keras bagi kontributornya. Karena saya memang kerap membalikkan sesuatu kepada diri saya sendiri terlebih dahulu. Sebelumnya saya sering mengikuti event kepenulisan dan tak ada yang bisa saya peroleh selain karya saya diterbitkan secara indie, jika ingin membeli bukunya pun harus seharga normal (asli bandrol), jika pun ada diskon itu hanya berlaku di masa pre order saja. Saya mulai berpikir cara yang sepertinya sama-sama menguntungkan dengan kontributor (tentunya sesuai kerja keras), yang mana saya memberikan diskon 15% (yang semula 20%, tapi kemudian menyesuaikan dengan biaya cetak yang terus naik) bagi setiap kontributor dalam setiap pembelian bukunya, bukan hanya sekali, jadi bisa untuk mereka jual kembali. Saya tidak menerapkan sistem royalti bagi rata, karena menurut saya sangat tidak adil ketika harus menyamaratakan keuntungan yang diperoleh oleh kontributor yang rela promosi dan berhasil menjual puluhan buku, dengan kontributor yang membeli satu buku untuk dirinya sendiri pun tidak. Dan alhamdulillah, setelahnya sistem bagi keuntungan sesuai kerja keras itu bisa “menular” pada penyelenggara-penyelenggara event lain juga.

Meski lebih fokus pada penerbitan buku-buku antologi, namun sebagai orang yang bergerak di bidang usaha penerbitan buku, saya pun tidak bisa menolak saat ada dari kalangan individu maupun kelompok yang ingin menerbitkan karya solo maupun antologi pribadi mereka. Walau sebenarnya saya sangat jarang (malah sekarang tidak pernah lagi) mempromosikan untuk orang lain menerbitkan bukunya di Harfeey, namun sangat banyak teman-teman yang berminat untuk menerbitkan bukunya, saya anggap hal tersebut sebagai amanah karena mereka mungkin melihat sendiri bagaimana kredibilitas saya dalam berusaha dan beraksi nyata. Bukan karena apa-apa saya kerap kurang “bergairah” dalam menerbitkan karya pribadi orang lain, namun karena saya sadar akan banyaknya kekurangan saya terutama dari segi pemasaran yang masih dilakukan hanya lewat facebook dan twitter, dan saya sangat takut mengecewakan mereka yang mungkin sebagian besarnya mengira jika menerbitkan buku via indie pun bisa memperoleh royalti ratusan hingga jutaan rupiah. Padahal aslinya, kadang satu buku pun bisa tidak terjual sama sekali, apalagi jika penulisnya tipe yang menyerahkan seluruh nasib akan karyanya itu di tangan penerbit, dan terkesan masa bodo (hiks). Malah tak jarang untuk menyenangkan mereka, saya harus berbohong T_T, buku yang sebenarnya tidak terjual satu pun, tapi saya kabarkan terjual 1-2 eks, dan yang terjual 1 eks saya kabarkan pada penulisnya bahwa yang terjual 2-3 eks, dengan harapan mereka juga bisa semangat untuk terus memperkenalkan “anak” yang telah susah payah dilahirkannya, dan yang terpenting... tidak menganggap saya tidak menjalankan kewajiban untuk berpromosi (hihi).

Salah satu yang cukup identik dari penerbit Harfeey adalah, walaupun tergolong penerbit kecil yang juga dijalankan oleh seorang “anak kecil” single fighter, yang dalam artian menjalankan semua tugas penerbitan (kecuali finishing design cover) nyaris hanya seorang diri, mulai dari mengedit, layout, konsep cover, pemasaran, respon sms, packing, dlsb-nya saya lakukan sendiri degan bantuan netbook Axioo yang baru 9 bulan saya miliki (bukan apa-apa, hanya untuk menghemat pengeluaran, hehe), juga kebiasaan saya yang gemar bagi-bagi buku gratis via kuis yang kelewatan mudahnya, hehe. Saya senang ketika melihat antusiasme teman-teman yang begitu bersemangat untuk bisa mendapatkan buku Harfeey (walau secara cuma-cuma, hiks). Dan prinsip saya adalah; semakin banyak memberi, maka saya akan semakin banyak lagi menerima meski tanpa saya harapkan dalam permintaan langsung kepada Allah, karena Allah Maha Baik dalam perjalanan hidup saya yang sangat istimewa dan menakjubkan. Dan ini menjadi salah satu bukti syukur saya atas segala kemahabaikkan Allah.

Selain itu... yang menjadi ciri khas Harfeey juga ialah sering mengadakan event kepenulisan yang temanya “gue banget” menurut ratusan peserta yang selalu berjejalan di setiap event sederhana dengan tema unik menarik yang saya buat. Saya tak akan pernah berhenti untuk terus berkreasi dan berinofasi demi Harfeey yang lebih baik.

Terakhir, di satu tahun perjalanan Harfeey ini, saya ingin mengucapkan banyak-banyak terimakasih pada orang-orang berikut ini selain Allah, Rasul, 3 Orangtua, Kakak-kakak, dan adik saya tentunya :
-         - Dudull : Orang pertama yang menjadi pendengar mimpi-mimpi saya, termasuk mimpi dalam perintisan usaha ini. Juga orang yang memiliki andil besar untuk membantu saya, terutama saat harus bolak-balik sekian kali menggunakan motornya (karena saya tidak punya), dari kost-percetakan-kost, mengangkut sekian banyak kardus berisi buku-buku setiap kali cetaknya. Bahkan tidak jarang saya dan dia terlihat seperti “orang aneh” dengan tumpukan kardus-kardus berisi buku di teras emperan kantor pos kopma kampus, sambil membungkus paket-paket yang akan langsung saya kirimkan pada puluhan-ratusan pem-PO, sesaat setelah pengambilan dari percetakan demi alasan kepraktisan. Kami harus menggadaikan malu di hadapan banyaknya orang yang berlalu-lalang. Terimakasih banyak sudah sangat berperan besar dalam pewujudan mimpi-mimpi saya yang kadang mungkin terlihat mustahil untuk terealisasikan.

-          - Mbak Anisa Kepompong dan Ibu-ibu di grup IIDN (maaf, lupa nama-namanya) : Terimakasih banyak, berkat sharing dengan kalian saya bisa optimis dalam mewujudkan mimpi wirausaha ini. Semoga Allah menghitungnya sebagai amal jariyah.

-          - Seluruh penulis buku pribadi yang telah mempercayakan naskahnya di tangan saya, seluruh peserta event menulis yang saya adakan yang selalu tampak antusias, dan seluruh kontributor yang lolos di setiap event saya. Kalian adalah bagian dari sejarah dalam penggapaian mimpi saya yang tak mungkin bisa saya abaikan begitu saja. Terimakasih dan maaf jika selama ini kalian cukup sulit bersosialisasi dengan ke-to the poin-an saya yang kadang lebih terlihat seperti .... yah, artikan sendiri saja (haha).

-          - Kak Veronica B. Vonny : Jujur, saat pertama kali Kak Vero sms saya untuk membeli Rumput Liar guna berpartisipasi di event menulis puisi Parade Senja yang saya adakan, saya belum mengenal siapa sebenarnya beliau. Yang membuat saya terkesan dengan Kak Vero dan bisa saya ingat hingga kini adalah, saat Kak Vero memberikan kata-kata penyemangat yang –katakanlah—menyiratkan pujian untuk saya lewat publik di keterangan foto bersama Rumput Liar yang kemudian di-upload di facebook. Namun dengan bijaknya Kak Vero memberi masukan tentang banyaknya kekurangan saya dalam editing sebagai pemula (setelahnya saya tau kalau Kak Vero pernah menjadi editor GPU), dan terutama dari kualitas cetaknya yang saya pribadi juga jauh lebih kecewa, di INBOX email. Yah, beliau mengungkapkan “kelebihan” saya di depan umum, dan memberitahu kekurangan saya untuk kemudian bisa terus saya perbaiki lewat jalur pribadi yang saya yakin demi nama dan mental saya utamanya. Saya sangat salut dan berterimakasih, tidak banyak orang yang bisa bersikap bijak dan luar biasa seperti apa yang telah dilakukannya (terlebih sekarang, begitu cukup banyaknya oknum yang dengan sengaja selalu memantau setiap cela saya untuk kemudian dikumandangkan pada dunia, xixi).

-          - Mbak Febri Nina Fathrattu & Mbak Kiky Aurora : Saya masih teramat sangat ingat, Mbak Nina dan Mbak Kiky menjadi salah satu penulis kontributor di buku Pijar Heroik yang –lagi-lagi—dengan payah dan tak bertanggungjawabnya percetakan memberi kualitas yang sangat mengecewakan dan cukup fatal. Jujur, ketika melakukan pengiriman buku langsung sesaat setelah buku-buku itu saya ambil di percetakan, saya tidak melakukan pengecekan pada isi buku tersebut (meskipun tidak di-shrink karena mesin rusak dan sebelumnya sudah saya infokan via sms pada seluruh pem-PO), dan langsung membungkusnya begitu saja di pelataran kantor pos kopma. Setelahnya saya menerima begitu banyak komplain tentang kualitas tinta yang kurang jelas (hiks), saat saya protes pada percetakan pun mereka lepas tangan. Ketika sebagian orang mengungkapkan kekecewaanya, tak jarang ada yang ngomel-ngomel dan bergunjing di belakang saya, mereka berdua justru menanggapinya dengan penuh pemakluman. Mereka berdua tidak mempermasalahkan soal tinta kurang kentara, tapi tentang kesalahan lainnya; Mbak Nina tentang adanya salah satu cover buku yang sobek selama perjalanan pengiriman paket, dan ketika saya tawarkan untuk mengirimkan buku pengganti secara gratis, ia menolaknya karena katanya bisa mengerti kondisi saya sebab (kalau saya tidak salah ingat) ayahnya juga seorang distributor buku pelajaran, dan hal tersebut lumrah terjadi. Sementara Mbak Kiky karena dari sekian puluh buku (kalo tidak salah 25 eks) Pijar Heroik ada yang bendingannya terbalik, kemudian me-return-nya ke alamat saya dengan tanpa dibumbui satu kata pun ungkapan kekecewaan apalagi hujatan atas keteledoran (yang memang bukan kesalahan dari pihak penerbit) tersebut. Perlakuan serupa mereka selalu berhasil membuat saya untuk lebih terpacu untuk semangat dalam memberikan yang terbaik (walau dalam prakteknya segala usaha keras saya sering tercoreng karena ulah percetakan, hiks).

-          Mbak Bunga Rosania Indah : 4 judul buku Mbak Bunga secara berturut-turut diterbitkan di Harfeey. Saya begitu sangat berterimakasih bukan hanya karena kefantastisan dalam penjualan buku-bukunya yang laris manis semata, tapi lebih pada kepercayaan dan begitu banyaknya pemakluman Mbak Bunga yang diberikan pada saya dan Harfeey. Pembawaanya yang santai dan tidak terlalu mempermasalahkan masalah yang kerap muncul, membuat saya kagum dan semakin ingin terus memberikan pelayanan terbaik semampu saya.

Pada umumnya saya berterimakasih pada seluruh suara yang kerap berkata, “Kamu bisa!” Saya berjanji untuk terus berusaha menampilkan yang terbaik dan menebar manfaat semampu saya. Selamanya saya akan terus butuh dukungan semangat yang memotivasi dari kalian semua. Pasti Allah berkenan untuk membalasnya dengan kebaikan yang lebih.

Setelah menyimak tulisan ini, mungkin sebagian pembaca akan mengasihani saya dan beranggapan bahwa saya tumbuh dan lahir dari kalangan keluarga yang berkekurangan dari segi materi. Maka saya tekankan di sini, alhamdulillah anggapan itu tidak benar. Saya terlahir dan besar dalam keluarga yang meski tidak tergolong kaya, tapi juga tidak bisa dikatakan miskin, cukup sebutlah sederhana dan berkecukupan. Namun saya dan keenam saudara saya yang lain, sadar betul bahwa kami dibesarkan oleh orangtua yang menanamkan pada tiap-tiap diri kami bahwa, "Kerja keras dan tanggung jawab adalah bagian dari kehormatan".

Sampai jumpa dalam catatan akhir tahun di tahun kedua mendatang (I hope, Aamiin).

Yogyakarta, 27-28 Mei 2013

Boneka Lilin (atas nama Penerbit Harfeey)

0 Tanggapan:

Posting Komentar

Respon koment akan disesuaikan dengan isi koment. No SPAM, RASIS, HUJATAN, dsj. Merci.... :)

© Born to be "Antagonis" 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis