Minggu, 16 Juni 2013

Mimpi Selepas Shubuh [Ya Allah... Jangan Sampe Nyata]

16-03-2013


Aku berbicaa dengan Ibuku di ruang keluarga --sambil menonton televisi, mengenai usaha baru orangtuaku di masa senjanya --yang entah itu apa, yang pasti di sana aku meyakini kalau usaha itu lebih mengandalkan kekreatifan ide ketimbang modal dana yang besar. Hal yang selama ini aku yakini bahwa modal utama dari usahaku yang menghasilkan adalah karena kekuatan ideku. Dan semalamnya sebelum tdur aku sempat memikirkan hal itu --sambil bekerja di depan layar.

Tiba-tiba infotainment di televisi menayangkan berita tentang Raffi Ahmad yang meninggal dunia di tempat rehabilitasi --aku ingat semalam sempat membaca artikel tentang Raffi di Yahoo, dan sepertinya aku terlalu memikirkan karena merasa kasihan-- Hal yang sangat mengejutkan setelahnya terjadi, Ibuku pun secara tiba-tiba meninggal dunia --yah, aku juga ingat semalam aku membaca tulisan FTS adikku di buku "Pijar Heroik", yang foto cover bukunya ku ambil dari foto ibuku yang diam-diam ku potret ketika ia baru datang mencari pakan kambing, dan memanggul sekarung rumput itu di atas kepalanya. Yang di dalamnya menceritakan tentang mimpi adikku tentang ibuku yang meninggal. Aku menangis takut saat membaca bagian itu--.



Saat itu aku tidak bisa berkata apa-apa, bahkan raungan tangisku hanya didominasi 3 kata, "Ya Allah, Ibu...". Kelebatan berbagai bayangan tentang banyak hal yang belum ku lakukan untuk Ibu seketika menyesakkan dadaku, membuatku menyesal dengan rasa sakit yang tidak ingin ku rasakan di alam nyata. Menyesal karena aku belum bisa mengirinkan uang untuk perbaikan rumah bagian teras, kamar, dan ruang tamu --kemarin aku baru ada uang untuk perbaikan rumah bagian ruang keluarga dan ruang makan-- aku menyesal karena telah menunda-nunda untuk mengirimkan uang hingga semua buku-buku yang sedang ku cetak telah selesai dan ku kirim ke alamat seluruh pembeli, karena pikirku jika setelah itu pasti akan ketahuan jelas berapa uang yang kuperoleh setelah dikurangi harga proses cetak dan ongkos pengiriman barang-barang.

Dengan masih terus menangis meraung-meraung, di sana aku pun teringat tentang obrolan terakhirku dengan Ibu kemarin via telepon, saat aku jenuh bekerja dan ingin mengobrol dengan Ibu. Aku tidak tau kenapa kejadian nyata bisa dengan sempurna masuk dan ikut andil dalam mimpi burukku. Aku ingat saat dengan sungkan Ibuku meminta diisikan pulsa untuk menelepon kakakku, "Jangan banyak-banyak, yang lima ribu aja." Begitu katanya saat aku keceplosan bertanya berapa, karena biasanya aku mengisikan saja bahkan tanpa ibuku meminta lebih dulu. Malah tadinya aku juga hampir keceplosan mau bertanya, "Emangnya pulsa kemarin yang dua puluh ribu sudah habis?" karena memang sebelumnya secara iseng aku mengisikan pulsa masing-masing dua puluh ribu untuk ibu dan adikku. Untungnya aku mengurungkan bertanya karena tau betul ibuku tidak bisa sms, jadi saat ada perlu pasti harus menelepon --sekalipun itu pada nomor beda operator. Saat itu aku langsung mengirimkan sms pada teman kampusku yang berjualan pulsa, untuk mengisikan pulsa senilai lima puluh ribu rupiah pada nomor ibuku. Aku selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi Ibu selagi aku masih mampu melakukannya.

Saat aku masih menangis meraung-raung, tiba-tiba layar TV tidak lagi menampilkan tentang tayangan para artis yang berbelasungkawa atas meninggalnya Raffi Ahmad, tapi berganti menjadi pasca prosesi pemakaman Ibuku. Di sana terlihar jelas raut wajah Ayahku yang tampak tegar, kemudian kamera men-shoot 3 makam dengan 1 makam paling baru berada di tengah-tengahnya --makam Ibuku di tengah makan orangtuanya. Anehnya, dalam tayangan itu terlihat jelas bahwa makam berada di atas tanah sawah yang sedang banjir, tapi makam ibu dan kakek-nenekku yang terbuat dari gundukan tanah terlihat kering dan bagus --seperti makam yang dibuat di atas tanah merah biasa. Aku berharap hal itu merupakan pertanda bahwa suatu hari nanti Ibuku meninggal dalam keadaan khusnul khotimah dan jasadnya diterima bumi dengan sangat baik.

Masih dengan tangis yang kian menyesakkan, aku memikirkan hal apa yang menjadi penyebab ibuku meninggal. Aku mengira pasti bukan karena penyakit maag atau darah tinggi akutnya, karena sebelumnya aku sudah mengirimkan paket berisi obat herbal terbaik untuk kesembuhan penyakit ibuku --dan saat ditelepon terakhir kali itu, ibuku bilang obatnya masih banyak dan cukup terasa ada sedikit perubahan. Lalu aku teringat dengan penyakit rheumatik ibu yang juga sangat parah, bahkan sampai meninggalkan bekas-bekas merah di dengkul bagian belakangnya. Hal itu menyebabkan ibuku tidak bisa berjalan kaki terlalu jauh.

Aku terus menangis sendirian di tengah banyaknya orang yang berlalu-lalang. Aku tidak tau kenapa tidak ada satu orang pun yang peduli dengan tangisanku yang hanya berisi tiga kata itu. Bahkan selain ayah yang hanya melintas sepintas, aku tidak melihat sama sekali keberadaan keenam saudaraku yang lain di tengah banyaknya kerumunan orang. Dalam mimpi itu aku berpikir mungkin mereka masih di perjalanan pulang --karena semuanya perantau.

Aku terus berharap bahwa itu hanya mimpi, aku merasa belum sanggup (bahkan mungkin tidak akan pernah sanggup) jika ibuku harus pergi sekarang. Berbagai penyesalan mendominasi hati dan pikiranku yang merasa belum melakukan banyak hal untuk membahagia dan membanggakan ibu selama hidupnya. Dalm mimpi itu aku terus mensugesti diriku untuk bangun, bangun, bangun.

Dan akhirnya aku bangun tepat jam 06.30 WIB, dengan diiringi dua kata yang terucap sambil membelalakan mataku dengan napas yang ngos-ngosan, "Ya Allah..."

Alhamdulillah, puji syukur, puji Tuhan, semuanya benar-benar hanyalah mimpi buruk dalam waktu kurang dari 2 jam. Aku seperti diberi kesempatan kedua oleh Tuhan untuk terus membahagia dan membanggakan ibuku sebisa dan semampuku selama Ibu menjalani sisa hidup. Aku berjanji untuk bekerja lebih keras dan cerdas lagi agar bisa mewujudkan mimpi-mimpi ibu dan ayahku yang bahkan mungkin mereka sendiri menganggapnya mustahil.

Setelah bangun dan melihat jam, aku terdiam beberapa menit. Mencoba meyakinkan diri bahwa semua itu hanya mimpi buruk, aku masih memiliki banyak kesempatan untuk menyenangkan ibuku yang sekarang sedang dalam keadaan baik-baik saja di kampung. Ada hasrat untuk menelepon ibu, tapi ku urungkan karena takut terlihat aneh dan membuat ibuku khawatir. Ada keinginan untuk mengirim sms cerita mimpi burukku pada seseorang yang memang biasanya kerap ku lakukan, tapi lagi-lagi ku urungkan karena sesuatu hal. Yang ada di pikiranku selanjutnya adalah menyalakan televisi, dengan berharap tidak ada tayangan tentang Raffi Ahmad dan ucapan belasungkawa dari teman-teman artisnya.

Dan syukurnya... tidak ada. Namun aku langsung disuguhi tayangan Spongebob yang entah kebetulan atau bagaimana, sedang episode yang menampilkan penyesalan Spongebob karena kehilangan Garry. Terlihat jelas penyesalan Spongebob karena selama ini tidak memerhatikan Garry dan terlalu sibuk dengan pekerjaannya.

Ya Allah... semoga mimpi ini tidak akan pernah menjadi nyata, paling tidak hingga aku yang meninggal duluan. Jaga ibuku, sehatkan raganya, panjangkan umurnya, bahagiakan sisa hidupnya. PR besar yang terus kucicil dalam pengerjaannya. Aku tidak mau merasakan sakitnya penyesalan seperti dalam mimpi selepas Shubuh tadi. Aamiin.

0 Tanggapan:

Posting Komentar

Respon koment akan disesuaikan dengan isi koment. No SPAM, RASIS, HUJATAN, dsj. Merci.... :)

© Born to be "Antagonis" 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis