Minggu, 16 Juni 2013

Siapa Butuh Siapa?

Di dunia ini, nggak ada yang namanya “Gue yang butuh elo” atau “Elo yang butuh gue”. Yang ada hanyalah, “Kita sama-sama saling membutuhkan”. Sejatinya, setiap orang bertindak sebagai “Boss” antara satu dengan yang lainnya. Kita ambil contoh kasus antara seorang pembantu rumah tangga (PRT) dengan majikannya.
Kalo mau ditelaah lebih jauh, sebenarnya si PRT tersebut juga bertindak sebagai boss bagi si majikan, karena dia memberikan jasanya berupa tenaga. Sementara di sisi lain, si majikan juga bertindak sebagai boss atas PRT itu, karena dia memberikan gaji berupa uang. Jika dikemudian hari, terjadi kesemena-menaan yang terkesan merugikan salah satu pihak, kita ambil contoh kasus yang sangat marak ; PRT yang diperlakukan tidak manusiawi oleh majikannya, maka si PRT tersebut berhak untuk protes. Lihat dalam kontrak kerja, dia dibayar untuk apa. Misalnya untuk membereskan rumah, memasak, menjaga anak, dll. Jika dia dibentak untuk sesuatu yang bukan salahnya, dia harus melawan karena dia tidak menerima gaji untuk dibentak.
“Serendah” apa pun posisi jabatan kita, jangan pernah takut untuk berontak jika merasa diperlakukan dengan tidak adil. Agar kita sebagai manusia, bisa terlihat memiliki harga diri tinggi dan disegani oleh manusia lainnya.
Ketika kamu memandang remeh orang lain, sehingga membuatnya merasa ilfeel, secara tidak langsung, kamu telah menutup pintu rizky-mu yang bukan tidak mungkin dimediasi olehnya. Karena semerasa hebat bagaimanapun kamu, tentunya akan tetap memiliki satu ruang manusiawi di palung hati yang kerap membutuhkan bantuan tangan orang lain, dan bukan tidak mungkin, justru tangan dari sosok yang paling kamu bencilah yang pertama kali mengulur.
Hal tersebut sudah mutlak, karena sejatinya manusia memang diciptakan sebagai makhluk sosial. Di mana interaksi satu sama lain akan sangat berpengaruh dalam melarung hidup di dunia.
Terkadang, kita kerap dihadapkan pada satu kondisi di mana kita “dipaksa” untuk menjadi tokoh yang kalah. Sebagai contoh begini, pernah mendengar pepatah (atau istilah?) bahwa “pembeli adalah raja”? Namun aku pribadi merasa kurang sepakat dengan pepatah itu, yang terkesan sangat menyudutkan penjual, dengan secara tidak langsung menempatkannya pada posisi “budak”.
Okelah, aku tidak lantas mempersalah atau mempermasalahkan pepatah itu, namun sepertinya pepatah tersebut perlu diurai lagi agar dapat sesuai dengan kodrati manusia sebagai makhluk sosial, sehingga tidak ada lagi sifat menyombong, yang merasa diri lebih berkasta dari yang lain.
Pembeli memang layak diperlakukan bagai raja, karena bagaimanapun, ia berperan cukup penting dalam menyalurkan rizky Tuhan lewat perantaranya. Namun perlu ditinjau lagi, pembeli yang bagaimana dulu yang sekiranya layak untuk diberi mahkota kehormatan?
Tentu saja pembeli berperangai congkak, sok bossy, sudah pasti langsung ter-delete dari kriteria. Karena seperti yang sudah diulas di atas, setiap manusia itu, siapa dan seperti apa pun dia, pasti saling menguntungkan antara satu dengan yang lainnya.
Intinya, kita harus mengusahakan hidup di dunia ini dengan benar-benar menempatkan sesama manusia lainnya sejajar berada di samping kita. Bukan di atas untuk menginjak, ataupun di bawah untuk diinjak. Saat seseorang merasa dirinya dihargai, seperti contoh pembantu dan majikan, maka ia akan melakukan segala sesuatunya dengan jauh lebih baik lagi.
Berawal dari menyemai sikap serupa itu, hidup berdampingan dengan harmonis tidak hanya akan menjadi pelengkap bunga mimpi dalam tidur, tapi mampu kita realisasikan dalam wujud kehidupan nyata. Selama kita memperlakukan orang lain dengan baik, sudah dapat dipastikan kita akan memperoleh feedback yang sepadan, atau bahkan lebih dari apa yang sudah kita berikan.
“Treat me well, I will pay more

0 Tanggapan:

Posting Komentar

Respon koment akan disesuaikan dengan isi koment. No SPAM, RASIS, HUJATAN, dsj. Merci.... :)

© Born to be "Antagonis" 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis