Minggu, 23 Juni 2013

Saya Memang Matrealistis

"Sekarang aku ikutan blablabla..." ujar seorang teman.
"Oh, ya? Hm... dapet apa? Ada duitnya, gak? Hihihi."

Kesan yang tersurat memang saya ini "matrealistis" banget. Tapi mau gimana lagi, saya cuma malas kalo harus kembali ke masa-masa sulit seperti dulu. Di mana saya hanya bisa menangis kesal karena tidak bisa berbuat apa-apa melihat kesusahan ortu, sodara-sodara, dan bahkan orang-orang di sekeliling saya, dari segi materi, terlebih kalo kondisi susah itu tercipta karena sebab diri saya. Hal itulah yang kemudian memotifasi saya untuk menjadi seorang "matrealistis", menjaga jara sejauh mungkin dar segala sesuatu yang bisa menyita sebagian besar waktu saya, namun sekiranya tak menghasilkan feedback yang sepadan dengan apa yang saya lakukan.


Mungkin dunia mahasiswa memang identik dengan perkumpulan dalam komunitas atau UKM-UKM sejenis, tapi saya tidak pernah berminat untuk menjadi bagian di dalamnya. Saya sering kali melihat teman-teman yang pulang sore bahkan hingga malam, hanya karena setelah kuliah dia ikut di kegiatan tersebut. Baiklah, pastinya hal semacam itu juga baik untuk menambah pengalaman dan lain sebagainya. Tapi sebagai orang yang "matrealistis", saya merasa waktu saya terlalu berharga untuk digunakan sekadar mencari pengalaman tanpa tindakan. Saya lebih memilih yang pasti-pasti saja, di mana saya bisa mendapatkan "hasil" yang sesuai dengan apa yang telah saya upayakan.

Bagi saya, untuk apa sibuk "berteori" disertai dengan idealisme tinggi menikmati masa-masa sebagai mahasiswa, jika itu menyebabkan saya kian mengulur waktu untuk "tau diri" pada orangtua, untuk terus menjadikan tulang punggung mereka yang renta itu sebagai sandaran penuh dalam pemenuhan kebutuhan saya yang kian harinya kian tak terkendali. Apa itu bisa dikatakan lebih baik ketimbang mengambil sikap sebagai seorang "matrealistis"?

Well, setiap orang punya pilihan untuk memandang segala hal dari sudut mana pun. Dan inilah pandangan akan pilihan saya. Selama itu baik dan membaikkan, saya akan tetap konsisten sebagai orang yang "matrealistis", agar saya bisa membantu orang lain dari segi materi. But, bisa juga saya berhenti menjadi seorang matrealistis, mungkin saat sopir angkot dan lainnya bisa menerima bayaran dengan hanya ucapan "terima kasih".

0 Tanggapan:

Posting Komentar

Respon koment akan disesuaikan dengan isi koment. No SPAM, RASIS, HUJATAN, dsj. Merci.... :)

© Born to be "Antagonis" 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis