Selasa, 25 Juni 2013

Aku Bukan Orang Baik

Ketika ada orang yang membenciku, kupikir dia belum mengenalku lebih jauh. Mengenal aku sebagaimana “wujud asliku”, bukan sekadar mengenal dari sudut kiri atau satu sudut yang lainnya saja. Karena aku bukan orang baik, aku kerap hidup sesukaku, dengan cara dan dalam kedamaian “dunia” yang kuciptakan sendiri. Telunjukku akan tetap menjadi titah tertinggi dalam menentukan arah hidup bagi diriku. Telunjukku adalah pemeran utama, sekalipun hanya untuk memerintah diriku sendiri.

      Seorang teman penulis yang kali pertama bertemu raga denganku langsung menyadari “kelainanku”, “Bolin kalo di facebook kesannya ceriwis banget, tapi aslinya kalem gini, ya. Diem, gak banyak omong.” Aku hanya meringis, memamerkan senyum simetrisku. Aku pandai menipu, bukan? Tentu saja, karena aku bukan orang baik.

      Bagiku, hidup adalah sekolah yang tak pernah mengenal kata lulus. Dalam setiap perjalanannya, aku harus bisa fight dan konsisten dengan apa yang telah dan akan aku gapai. Aku telah memutuskan untuk menjadi dewasa, yah... sekalipun aku bukan orang baik. Namun justru karena bukan orang baik, lah, maka aku memiliki percikan rasa gengsi jika masih harus menggantungkan hidup di pundak orang lain, meski itu orangtuaku sendiri. Terkadang aku sedikit merasa beruntung telah mendapat mandat tak langsung dari Tuhan untuk mengemban tugas sebagai bukan orang baik, dengan “bekal” itu aku merasa lebih siap untuk hidup, menapakkan kaki-kaki kecilku pada pertarungan di dunia luar yang kuyakini betul begitu liar.


      “Pembeli adalah Raja”. Rasanya ingin sekali aku menampol kepala orang yang kuyakini betul di sepanjang sejarah hidupnya tidak pernah berada pada posisi penjual, ketika dengan seenak lidahnya menelurkan ungkapan yang kerap dijadikan senjata basi bagi pembeli abal-abal. Tak pernah aku izinkan siapa pun untuk berlaku semena-mena terhadapku, sekalipun itu orang yang dengan jelas-jelas menjadi perantara Tuhan untuk membagi rizky padaku. Bagiku –dan yang juga menjadi prinsipku—pembeli dan penjual itu sama-sama saling membutuhkan, tidak ada yang menjadi raja apalagi budak antar satu dan lainnya. So, treat me well, I will pay more.

      Aku bukan orang baik, yang akan berlaku baik pada siapa pun tanpa mengamat bulu. Yang kutau, orang baik akan memberi pada siapa pun itu, namun tidak denganku. Aku adalah makhluk yang tergolong bukan orang baik, hanya rela berbuat baik pada orang yang tidak menjahatiku. Kupertegas, tak perlu orang itu baik padaku, yang terpenting hanyalah dia tidak menjahatiku. Dan aku pun begitu pelit saat harus memberi pada orang yang meminta. Aku hanya ingin berbagi pada mereka yang sebelumnya telah berusaha, pada mereka yang cukup merasa dirinya terlampau istimewa untuk sekadar digadaikan dengan tengadahan tangan.

      Aku bukan orang baik yang hobi bersosialisasi untuk kelamaan membahas tentang keberbedaan sifat antara mereka dengan orang-orang yang tidak baik sepertiku. Aku adalah orang tidak baik yang lebih memilih cuek dan berpura-pura sibuk dengan ponsel di tanganku, saat orang-orang baik itu menunjukkan “perhatiannya” pada orang setipeku. Satu hal yang perlu kukatakan pada sekawanan orang-orang baik itu, jika mereka kerap merasa lebih baik dari yang digunjingkannya, kurasa mereka tak akan sudi meluangkan sepersekian waktu dalam hidupnya untuk memasukkan nama makhluk sepertiku dalam pembahasan, orang yang sudah jelas-jelas mereka anggap bukan orang yang layak mendapat label baik. 

      Aku bukan orang baik yang selalu kepo dan mau peduli dengan urusan yang kupikir tak kupunyai wewenang dan kepentingan untuk meributkannya. Ketika orang-orang baik itu disibukkan dengan kondisi menghakimi orang-orang yang tidak baik, maka aku hanya akan melihat-lihat dari jauh, hanya sekadar bekalku untuk cukup tau. Bukan hakku –sebagai orang yang tidak baik—untuk ikut bergumul menghakimi sesamaku –yang bukan orang baik—dengan para makhluk yang katanya “putih” itu, segolongan kaum yang kerap merasa bahwa bumi hanya layak dihuni oleh manusia-manusia seperti mereka, orang baik yang mungkin lupa jika bukan tidak mungkin suatu ketika Tuhan akan menempatkannya pada posisi sepertiku, sebagai bukan orang baik.

      Namun jika ketenangan dalam zonaku diusik, jangan harap aku bisa tinggal diam dan tetap duduk manis. Aku akan menampakkan wujud asli di balik tipuan diamku yang sebenarnya. Pernah satu waktu, aku menjadi begitu marah besar pada orang-orang baik itu, di hadapan orang-orang baik lainnya yang menjadi penghuni grup “suci” tersebut, aku memuntahkan segala ketidakbaikanku. Untuk sekian waktu aku menunggu, setelah membuat kerusuhan di grup yang menurut orang tak baik sepertiku adalah selayaknya tempat konyol dan hengkang sesaat setelahnya, barangkali orang-orang baik itu –atau paling tidak si dalang grup—akan memberi klarifikasi permintaan maaf secara personal via inbox facebook-ku setelah dengan lancangnya mereka –orang-orang baik itu—menjadikanku sebagai daging yang dimakan kemudian setelah orang-orang setipeku, namun ternyata... nothing. Haha, aku terkekeh kemudian, mana mungkin aku bisa menjungkirbalikkan sejarah tentang ketiadaan orang baik meminta maaf pada yang bukan orang baik?

      Aku bukan orang baik, yang akan diam dan menerima begitu saja saat ada makhluk lain yang dengan lancangnya “menginjakku”. Aku akan berontak melawan dan memberi peringatan keras agar dia sudi berpikir ulang jika akan melakukan hal serupa itu lagi padaku, dengan tanpa membalas untuk menginjaknya. Oh, jangan salah sangka dulu. Aku tak membalas untuk menginjaknya balik, bukan berarti karena aku memiliki sisi baik, namun lebih pada karena aku merasa telapak kakiku terlalu istimewa untuk menyentuh bagian tubuh orang itu. Sombong sekali, kan, aku ini? Haha. Aku bukan orang baik, yang akan tetap bisa berlaku manis pada orang yang menjahatiku.

      Kukatakan ini terkhusus bagi kamu, kalian, dia, mereka, yang terlahir sebagai orang baik. Jangan terlalu menganggap remeh temeh perihal keberadaan orang-orang serupaku, sebab keberadaan orang-orang sepertikulah maka kalian semua tersebut –atau mungkin menyebut diri sendiri—sebagai orang baik. Aku dan mereka ada untuk menjadi pembanding bagi kalian, makhluk suci yang beruntung terpilih untuk terlahir sebagai orang baik.

2 Tanggapan:

  1. Huaaa... setipe dengan Mbak...Diam aslinya, ceriwis banget di dunia maya... Dan Mbak akan melakukan perlawanan jika ZONA NYAMAN mulai diusik..

    BalasHapus
  2. Di dunia maya aku lebih sering "ngomong sendiri", tapi kalo di dunia nyata ngomong panjang lebar itu kalo lagi perlu aja. Xixixi. :)

    BalasHapus

Respon koment akan disesuaikan dengan isi koment. No SPAM, RASIS, HUJATAN, dsj. Merci.... :)

© Born to be "Antagonis" 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis